Kamis, 12 Mei 2011

STRATIFIKASI POLNAS


  1. 1. Kebijakan Puncak
  2. 2. Kebijakan Umum
  1. Kebijakan tertinggi yang lingkupnya nasional dan masalah-masalah makro politik nasional untuk merumuskan idaman nasional (national goal). Kebijakan puncak nasional ini dilakukan oleh MPR dan GBHN.
  2. Menyangkut kekuasaan kepala negara diatur pasal 10 sampai 15 UUD 1945 dan bentuk hukumnya adalah dekrit, peraturan/piagam kepala negara.
Menyangkut masalah-masalah makro strategis dan bentuknya :
  1. a. UU dan Perpu
  2. b. Peraturan Pemerintah
  3. c. Kepres/Inpres
  4. d. Maklumat Presiden
  5. 3. Kebijakan Khusus
Penjabaran kebijakan umum untuk merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam kebijakan umum.
Wewenang kebijakan khusus terletak pada menteri dan bentuknya: Permen, Kepmen, Inmen, dan SE Menteri.
  1. 4. Kebijakan Teknis
Penjabaran suatu sektor (bidang) dari bidang utama dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Wewenang kebijakan itu ditangan pimpinan eselon pertama departemen dan lembaga-lembaga non departemen.
  1. 5. Kekuasaan membuat aturan di daerah
    1. a. Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan pemerintah pusat di daerah dipegang oleh Gubernur, Bupati/Walikota. Bentuknya putusan atau Intruksi.
    2. b. Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) dipegang oleh kepala daerah tingkat I/II bentuknya Perda I/II.
Jabatan Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala Daerah tingkat I/II disatukan dalam satu jabatan sehingga penyebutannya :
  • Gubernur/Kepala Daerah tingkat I
  • Bupati/Kepala Daerah tingkat II
  • Walikota/Kepala Daerah tingkat II
Polstranas dalam aturan ketatanegaraan dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR, selanjutnya pelaksanaannya dilaksanakan oleh Presiden/ Mandataris MPR.
Tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa dan dalam pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga seluruh rakyat. Keikutsertaan setiap warga negara dalam pembangunan nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara dan mengikuti wajib belajar, membayar pajak, melestarikan lingkungan hidup, mentaati peraturan yang berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan, dsb.
OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
  1. a. politik luar negeri,
  2. b. pertahanan dan keamanan,
  3. c. moneter/fiskal,
  4. d. peradilan (yustisi),
  5. e. agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.
Dalam UU No 32 Tahun 2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).

Implementasi Politik dan Strategi Nasional

a. bidang hukum:
b. bidang ekonomi.
c. bidang politik :
1. Politik luar negeri
2. Penyelenggara negara
3. Komunikasi, informasi, dan media massa
4. Agama
5. Pendidikan :
- Kedudukan dan Peranan Perempuan.
- Pemuda dan Olahraga
- Pembangunan Daerah.
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
d. bidang pertahanan dan keamanan.
KEBERHASILAN POLSTRANAS
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
  1. 1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  2. 2. Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
  3. 3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
  4. 4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
  5. 5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
  6. 6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
  7. 7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar